Tidak terasa hampir satu bulan penuh kita telah menjalankan ibadah puasa Ramadhan, kita telah berhasil menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari. Di saat bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan itu telah pergi, hari ini kita dipertemukan dalam momen kegembiraan, yaitu hari raya idul fitri. Kalau kita artikan secara tekstual, bermakna "hari berbuka" atau "hari kembali kepada fitrah", fase kehidupan manusia yang dianggap suci, bersih dan terbebas dari segala dosa.
Pada
kesempatan kali ini, saya akan mengupas tentang tiga kebahagiaan bagi
komunitas muslim dalam menyambut datangnya idul fitri. Yaitu; Bahagia
telah sempurna menemui bulan Ramadhan, dengan menjalankan perintah
puasa, bahagia telah berbagi kepada saudara se-iman, dengan menunaikan
kewajiban zakat fitrah, dan bahagia dengan kesempatan halal bi halal
atau bersilaturrahim, saling mema'afkan segala kesalahan menghapus luka
yang pernah tergores dan mempererat hubungan persaudaraan.
Bahagia telah sempurna menjumpai Ramadhan:
Harus
kita akui bahwa berhasil menjumpai bulan Ramadhan, dengan kondisi fisik
dan mental yang sehat, sehingga mampu melaksanakan perintah puasa
dengan khidmat, adalah anugerah besar dari yang maha kuasa, sahabat Ali
bin Abi Thalib Ra (w: 40 H / 661 M) berkata: "Sehat jasmani adalah
anugrah yang paling indah"
Kita bisa membayangkan, bagaimana
orang-orang yang pergi ke alam baqa' (meninggal dunia) sesaat menjelang
datangnya bulan Ramadhan, mereka tidak bisa menjumpai bulan yang penuh
berkah, rahmat dan ampunan. Padahal, melalui ibadah di bulan Ramadhan,
kita diberi bonus pahala berlipat dan kesempatan untuk melebur
dosa-dosa yang pernah dilakukan. Rasulullah Saw - dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh imam Muslim - menjelaskan bahwa Ramadhan adalah
bulan penuh ampunan.
Atau tidak sedikit saudara-saudara kita
yang pada saat tiba bulan Ramadhan dalam keadaan sakit, fisik maupun
mentalnya tidak sehat, sehingga tidak bisa menjalankan kewajiban ibadah
puasa, atau kalaupun tetap menjalankan, tidak dengan khidmat
sebagaimana orang yang normal kesehatannya. Tentu saja dengan uzur
sakit, mereka itu tidak bisa merasakan bagaimana nikmatnaya saat
berbuka, saat bersahur, bagaimana nikmatnya kita mampu mengendalikan
hawa nafsu dengan sedikit mengekang hasrat jasmani dan biologis.
Dalam
satu kesempatan, ulama besar di zaman tabi'in (setelah zaman para
sahabat Nabi) imam Ibnu Sirin, (w: 110 H / 728 M) berterus terang bahwa
urusan hawa nafsu adalah urusan yang paling pelik dalam hidup ini, ia
berkata: “Aku tidak pernah mempunyai urusan yang lebih pelik ketimbang
urusan jiwa”. Betapa urusan jiwa yang menyangkut pengendalian hawa
nafsu adalah kendala besar yang kerap merintangi hidup manusia,
Rasulullah Saw dalam hal ini mengingatkan: "Jalan ke sorga dilapangkan
dengan mengendalikan hawa nafsu, sedangkan jalan ke neraka dilapangkan
dengan menuruti hawa nafsu" (HR. Bukhori dan Muslim)
Dengan
tibanya idul fitri ini, sangatlah wajar jika kita berbahagia
menampakkan kegembiraan bersama, bukan atas dasar telah berlalunya
bulan suci Ramadhan, akan tetapi kebahagiaan ini dilandaskan pada
keberhasilan kita dalam mengekang hawa nafsu dalam kadar dan rentang
waktu tertentu.
Bahagia dengan peduli terhadap sesama:
Kebahagiaan
kedua yang semestinya kita rasakan pada momen datangnya hari raya idul
fitri adalah, kita telah mengeluarkan zakat fitrah. Sebuah ibadah yang
tidak lain sebagai bentuk penyucian diri setiap muslim sekaligus
sebagai penyempurna puasa Ramadhan.
Zakat fitrah merupakan salah
satu ibadah yang berdimensi horisontal. kalau kita perhatikan secara
kasat mata, sangatlah sepele, tidak membutuhkan jumlah harta yang
berlimpah, akan tetapi setiap muslim yang pada saat tibanya idul fitri
memiliki kebutuhan pokok untuk dirinya, keluarga dan orang yang harus
dinafkahinya, maka dia berkewajiban untuk mengelurakan zakat. Nominasi
harta yang dikeluarakan pun sangat sedikit, hanya 1 Sha' sekitar 2,5 kg
makanan pokok setempat, atau bisa diuangkan sesuai dengan standar
harganya.
Berbeda dengan zakat harta, zakat hewan ternak,
zakat hasil bumi, zakat profesi dan zakat niaga, jenis-jenis zakat ini
hanya bisa ditunaikan oleh kalangan berada saja. Maka dari itu,
prosentasi muslim yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah jauh
lebih banyak dari pada zakat-zakat tersebut, hal ini sesuai dengan
maqasid (tujuan) disyari'atkannya zakat fitrah yaitu untuk
mengembalikan setiap manusia pada fitrahnya.
Kalau sejenak kita
menengok maqasid (tujuan) dan hikmah diwajibkannya ibadah zakat secara
umum, ternyata ajaran Islam, disamping mengupayakan kesucian diri
setiap insan, juga mengharapkan kesucian dan keberkahan harta benda
yang dimilikinya. Dalam al Qur'an di jelaskan, saat Allah Swt
memerintahkan Muhammad Saw untuk merealisasikan kewajiban zakat kepada
para sahabatnya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan – dan mensucikan - mereka" (Qs. at Taubah:
103).
Dalam kesempatan lain Allah Swt menjelaskan: " Dan sesuatu
riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridha'an Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan " (Qs. Ar
Ruum: 39)
Kalau demikian kenyataannya, maka kesempatan kita
untuk menjalankan kewajiban zakat fitrah, adalah suatu kebahagiaan
tersendiri. Kita telah diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk
mensucikan jiwa sekaligus mewujudkan rasa peduli terhadap kondisi di
sekitar kita. Bagaimanapun kebahagiaan dalam menyambut datangnya idul
fitri, juga berhak dirasakan oleh kaum miskin yang sama sekali tidak
memiliki makanan pokok saat hari raya tiba.
Berbahagia dengan bersilaturrahim:
Tradisi
“halal bi halal” yang ada di setiap hari raya idul fitri adalah
kesempatan bagi kita untuk bersilaturrahim. Tentunya silaturrahim dalam
maknanya yang luas, yaitu saling memafkan atas segala kesalahan yang
pernah dilakukan, saling mempererat hubungan persaudaraan atas dasar
keimanan dan kebangsaan, bukan hanya sebatas persaudaraan atas dasar
kekerabatan dan hubungan nasab keturunan. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam al Qur’an: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu" (Qs. Al
Hujurat: 10)
Sebagaimana kita semua sadari, bahwa interaksi
keseharian dalam komunitas umat manusia akan selalu di warnai dengan
berbagai hal, sesuai dengan situasi dan kondisi. Adakalanya baik ada
kalanya buruk, kadang damai kadang konflik. Implikasi dari hubungan
keseharian antar sesama manusia ini tidak selamanya menyakitkan
sehingga menimbulkan kebencian, begitu juga tidak semuanya menyenangkan
sehingga menimbulkan kecintaan, pada saat-saat tertentu emosi, egois
dan kesombongan bisa saja menguasai diri kita.
Implikasi buruk
yang kita terima dari sikap orang lain, begitu juga kelakuan tidak
bersahabat yang kita tunjukkan kepada orang lain, baik dengan penuh
kesadaran maupun dalam ketidaksadaran, harus kita netralisir dengan
bersilaturrahim. Kita percaya, bahwa hari raya idul fitri sebagai momen
yang tepat untuk menetralisir atau paling tidak meminimalisir
ketegangan hubungan antar sesama umat manusia. Rasulullah Saw bersabda
: "Wahai manusia, tebarkanlah kedamaian dan sambunglah persaudaraan"
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Melalui silaturrahim, kita juga akan
mendapatkan hikmah dan faedah yang luar biasa. Di antaranya; akan
mempermudah segala urusan, bisa menjalin partner usaha, dan
memperbanyak kolega yang tentunya akan saling menguntungkan dalam
bekerjasama. Dalam satu kesempatan Rasulullah Saw bersabda:
"Barangsiapa yang ingin dijembarkan rezekinya dan dipanjangkan usianya
maka sambunglah persaudaraan" (HR. Bukhori dan Muslim). Sebagian ulama
mengartikan kalimat "panjang usia" dalam hadist di atas dengan makna
"keberkahan hidup".
Akhir tulisan:
Kita
semua berharap, mudah-mudahan hari raya idul fitri kali ini adalah
momen yang dapat mengembalikan pada fitrah keimanan kita, di mana idul
fitri datang setelah kita menyelesaikan proses latihan mengendalikan
jiwa melalui puasa Ramadhan, ia tiba dibarengi dengan kewajiban zakat
fitrah yang merupakan wujud kepedulian, dan ia juga datang dengan
tradisi “halal bi halal” sebagai upaya mempererat tali persaudaraan dan
persahabatan. Tidak lain, tiga kebahagian yang kita rasakan sekaligus
dalam momen hari raya idul fitri adalah anugerah dari Allah Swt yang
wajib kita syukuri. "Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya
itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Qs. Yunus: 58)
Lihat Juga Download Aplikasi Terbaru
Sumber http://www.pesantrenvirtual.com
Minggu, 12 Agustus 2012
Home »
Harley Afandi Daulay
,
Harley Daoelay
,
Harley Daulay
,
Religi
» 3 Kebahagian Menyambut Idul Fitri
3 Kebahagian Menyambut Idul Fitri
8/12/2012
Harley Afandi Daulay, Harley Daoelay, Harley Daulay, Religi